Kejang Pada Neonatus
Kejang Pada Neonatus
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kejang merupakan salah
satu keadaan yang merupakan suatu tanda bahaya yangsering terjadi pada neonatus, karena kejang
dapat menyebabkan hipoksia otak yangberbahaya bagi kehidupan bayi sekaligus
dapat menyebabkan terbentuknyan sekuele yangmenetap dan berakibat buruk pada
kehidupan bayi di masa depan. Selain itu, kejang dapatmerupakan suatu tanda
atau gejala signifikan dari suatu masalah SSP pada neonatus.Diagnosis dan
intervensi dini sangat dibutuhkan bukan hanya karena kejang merupakan
tandasuatu penyakit serius yang tersembunyi, tapi juga dapat berpengaruh pada
metode suportif seperti alat bantu pernafasan dan perlengkapan yang
dibutuhkan untuk pemberian nutrisi.Seperti yang tertulis di buku neonatologi
IDAI , saat ini diketahui neonatus memiliki dayatahan terhadap kerusakan otak
yang lebih baik, namun efek jangka panjang berupa penurunanambang kejang,
gangguan belajar dan daya ingat tetap dapat terjadi di masa depan.
Sampai sekarang sangat sulit
untuk mempelajari dan mengenal secara pasti terjadinya suatu bangkitan
kejang pada neonatus, sehingga insidensi dan prevalensi yang pasti
sampaisekarang belum dapat diketahui.Gejala klinis yang terlihat pada kejang
neonatus sangat terlihat berbeda dibandingkankejang yang terjadi pada bayi
dengan umur lebih tua. Ini dikarenakan otak pada neonatusmasih merupakan otak
imatur, sehingga lebih inkompeten dalam menyalurkan gelombanglistrik secara
umum atau sebagian.
1.2 Masalah
Ada beberapa masalah penting yang harus diperhatikan dari kejang
pada neonatus,seperti :
1.Kejang pada neonatus seringkali merefleksikan penykit berat
danmemerlukan penanganan spesifik 2.
Kejang pada neonatus memerlukan penanganan khusus berupa terapi
suportif seperti bantuan nutrisi dan respirasi yang berhubungan dengan
penyakitbersangkutan.3.
Kejang dapat menyebabkan hipoksia otak dan pada akhirnya
menyebabkansekuele atau kelainan pada otak.
1.3Definisi
Kejang didefinikan secara klinis sebagai
perubahan paroksismal dari fungsineurologis seperti fungsi kebiasaan, motorik
atau otonom. Neonatal adalah bayi dengankelahiran berumur kurang dari 28 hari.
BAB II
2.1 Rumusan Masalah
sinapsis fisiologis dan sinaptogenesis yang
terjadi pada saat ini sepenuhnya bergantung padaaktifitas. Selain itu, menurut
penelitian, pada periode ini keseimbangan antara eksitasi daninhibisi pada
sinaps cenderung mengarah pada eksitasi untuk memberi jalan padapembentukan
sinaps yang bergantung pada aktifitasnya
.Beberapa mekanisme penting sehubungan dengan terjadinya kejang
pada neonates adalah:
1.Peningkatan eksitabillitas pada neonatusBerdasarkan penelitian
yang dilakukan pada otak tikus yang diketahui homologdengan otak manusia,
didapatkan bahwa jumlah neurotransmiter seperti glut
amate, α
-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) dan
N-methyl-D-aspartate (NMDA) meningkat tajam pada 2 minggu awal kelahiran untuk
membantupembentukan sinaps yang bergantung pada aktifitasnya
. Selain itu, pada periode inimerupakan saat sesnsitifitas
terhadap magnesium di titik terendah. Magnesiummerupakan penghalang reseptor
endogen alamiah. Sehingga berdampak padameningkatnya eksitabilitas otak
bayi.
2. Penurunan efektifitas inhibisi neurotansmiter pada otak imaturFungsi
inhibisi dari reseptor GABA agonis terbentuk dan berkembang
secaraperlahan-lahan. Penelitian terhadap tikus menunjukkan, fungsi pengikatan
reseptorGABA, pembentukan enzym dan ekspresi dari reseptor lebih rendah pada
masa-masaawal kehidupan. Sehingga dengan hubungannya terhadap aktifitas sel
syaraf padaneonatus yang lebih mengakomodasi aktifitas eksitabilitas, hal ini
mendukungterjadinya kejang.
3.Konfigurasi kanal ion lebih mengarah ke depolarisasi pada fase
awal kehidupanRegulasi kanal ion juga mengatur eksitabilitas neuron dan seperti
reseptorneurotransmiter, regulasinya terbentuk dan berkembang perlahan-lahan.
Seperti yangterjadi pada mutasi kanal ion K+(KCNQ2
dan KCNQ3) yang berhubungan denganterjadinya kejang neonatus familial
jinak, menyebabkan proses hiperpolarisasi K+yang berakibat terjadinya
penembakan potensial aksi yang berulang dengan cepat.
4.Peranan neuropeptida dalam terjadinya hipereksitabilitas pada
otak imaturSistem neuropeptida berfluktuasi secara dinamis pada periode perinatal.
Contohpenting ada pada Corticotropin releasing hormone(CRH), yang memicu
terjadinyapotensi eksitasi pada neuron. Jika dbandingkan pada
fase kehidupan selanjutnya, CRHdikeluarkan pada tingkat yang lebih tinggi
pada 2 minggu awal kehidupan.
2.2 Diagnosis
Diagnosis kejang pada neonatus harus dimulai
dengan pemeriksaan menyeluruhterhadap riwayat dan pemeriksaan fisik. Data-data
penting seperti riwayat penyalahgunaannarkotika dan pemakaian obat yang salah
pada saat kehamilan, infeksi intrauterus, dankondisi metabolik harus dicatat
dengan baik dan didapat langsung dari ibu sedetail mungkin.Adapun yang
penting dicari melalui anamnesis adalah
Faktor resiko :
1. Riwayat kejang dalam keluarga
Riwayat yang menyatakan adanya kejang pada
masa neonatus padaanak sebelumnya atau bayi meninggal pada masa neonatal tanpadiketahui penyebabnya.
2. Riwayat kehamilan /prenatal
3. Infeksi
infeksi yang terjadi pada waktu hamil,Preeklampsia, gawat janin.
4.Riwayat persalinan
ü Asfiksia, episode hipoksik
ü Trauma persalinan
ü Ketuban Pecah Dini
ü Anestesi lokal/blok.
Manifestasi klinik
Kejang neonatus bisa timbul dalam beberapa tipe yang mungkin
terlihatbersamaan selama beberapa jam. Kejang diklasifikasikan menurut
manifestasi klinisyang timbulTipe
kejangProporsi dari kejangneonatusTanda
klinisSubtle.
2.3 Tata laksana
Tatalaksana kejang pada neonatus bertujuan untuk
meminimalisir gangguanfisiologis dan metabolik serta mencegah berulangnya
kejang. Ini melibatkan bantuanventilasi dan perfusi, jika dibutuhkan, dan
koreksi keadaan hipoglikemia,hipocalcemia atau gangguan metabolik
lainnya.Kebanyakan bayi diterapi dan dimonitor hanya berdasarkan pada
diagnosisklinis saja, tanpa melibatkan penggunaan EEG. Penggunaan EEG yang
kontinyumenunjukkan bahwa masalah pada kejang elektrografik adalah sering
menetapnyakejang walaupun setelah dimulainya terapi anti konvulsi.
BAB III
PENUTUP
1 Kesimpulan
Kejang pada neonatus merupakan kelainan yang dapat berdampak
buruk pada masadepan bayi bahkan dapat
menyebabkan kematian bayi. Angka kejadian pasti dari kejang padaneonatus
belum diketahui secara pasti karena sulitnya mempelajari bayi yang baru
lahirManifestasi klinis dari kejang pada neonatus dapat bermacam-macam dapat berupakejang
tonik, klonik, subtle dan mioklonik.Selain iru bisa juga tidak terlihat
manifestasisecara klinis, namun bila diperiksa dengan menggunakan EEG, akan
terlihat tanda abnormalpada hasil pemeriksaan .Penegakkan Diagnosis kejang pada
neonatus didapat dari pemeriksaan secaramenyeluruh dan detail
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.` Tatalaksana
yang digunakan merupakan manajemen
terpadu yang dilakukan untuk meminimalisir kerusakan
otak bayi melibatkan penggunaan obat-obat anti konvulsi.Ada beberapa
obat-obatan antikonvulsi yang digunakan saat ini. Yang paling seringadalah
phenobarbital dan fenitoin.
DAFTAR PUSTAKA
Ghomela,
Tricia.
Lange Neonatology :
Management, Procedures, On-Call Problems, Diseases, Drugs
.2004.
edisi 5. New York : The Mcgraw-Hills2.
Avery’s neonatology :
Pathophysiology
And Management Of The Newborn
.2005.
edisi 6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins3.
Kosim
M. Sholeh, Ari Yunanto, Rizalya Dewi, Gatot Irawan Santosa, Ali Usman.
Buku
Ajar Neonatologi
.
2010. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.4.
Queensland
Maternity and Neonatal Clinical Guideline.
2001-2011.Queensland(Australia): Queensland Goverment.20115.
Jensen
MD, Frances. Neonatal Seizures : An Update on Mechanisms andmanagement.
Clin Perinatol. 2009; 36(4): 8816.
Olson
MD, Donald. Neonatal Seizures. Neoreviews 2012; 13; e2137.
Ramantani G, et
al. Levetiracetam: Safety and Efficacy in neonatal seizures,
EuropeanJournal of Paediatric Neurology 2010, doi:10.1016/j.ejpn.10.003
Komentar
Posting Komentar