Permenkes 1464/X/Menkes/2010


Permenkes 1464/X/Menkes/2010

PERMENKES RI NO 1464/MENKES/PER/X/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Bidan adalah seorang perempuan yg lulus dari pendidkan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yg digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
3. Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi
4. Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
5. Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk mejalankan praktik bidan mandiri
6. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar operasional prosedur.
7. Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.
8. Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).





BAB 11
PERIZINAN
Pasal 2
1. Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Bidan yg menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D III) Kebidanan.
Pasal 3
1. Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB.
2. Setiap bidan yg menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
3. SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) tempat.
Pasal 4
1. Untuk memperoleh SIKB dan SIPB sebagaimana dimaksud pada pasal 3, Bidan harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan :
a. Fotokopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir
b. Surat ket sehat fisik dari dokter yangg memiliki SIP
c. Surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan
Kesehatan atau tempat praktik
d. Pasfoto berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar
e. Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk
f. Rekomendasi dari organisasi profesi.
2. Kewajiban memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan, Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
4. Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I terlampir
5. Contoh SIKB sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir
6. Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir
Pasal 5
1. SIKB / SIPB dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten / kota
2. Dalam hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (1) huruf e tidak diperlukan.
3. Permohonan SIB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh pemerintah daerah kabupaten /kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota kpeada pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.
Pasal 6
Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat kerja dan 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 7
1. SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya.
2. Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan :
a. fotokopi SIKB/SIB yg lama
b. fotokopi STR
c. surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki SIP
d. pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar
e. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e
f. rekomendasi dari oranisasi profesi
Pasal 8
SIKB/SIPB dinyatakan tdk berlaku bila :
a. Tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB
b. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang
c. Dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin


BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan dalam mejalankan praktik berwenang untuk memberikan Pelayanan yang meliputi :
1. Pelayanan kesehatan ibu
2. Pelayanan kesehatan anak
3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
Pasal 10
1. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
2. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil
b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
c. Pelayanan persalinan normal
d. Pelayanan ibu nifas normal
e. Pelayanan ibu menyusui
f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
3. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berwenang untuk :
a. Episiotomi
b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
c. Penanganan kegawat-daruratan, dlanjutkan dengan perujukan
d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
e. Pemberian Vit A dosis tinggi pada ibu nifas
f. Bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi ASI ekslusif
g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum
h. Penyuluhan dan konseling
i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil
j. Pemberian surat keterangan kematian
k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin
Pasal 11
1. Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksd dalam pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah
2. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk :
a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,
pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi vit K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hr)
perawatan tali pusat
b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
c. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan rujukan
d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah
e. Pemantauan tubuh kembang bayi, anak balita dan anak pra
sekolah
f. Pemberian konseling dan penyuluhan
g. Pemberian surat keterangan kelahiran
h. Pemberian surat keterangan kematian
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c berwenang untuk
a. Memberikan penyuluhan dan konseling; kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
b. Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom
Pasal 13
1. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, 11, dan 12, bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi :
a. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kotrasepsi dalam rahim, dan alat kontrasepsi bawah kulit
b. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan dibawah supervisi dokter
c. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
d. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah, dan anak sekolah
f. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
g. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan
tehadap Infeksi Menular Seksual ( IMS ) termasuk pemberian
kondom, dan penyakit lainnya
h. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi
i. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah
2. Pelayanan alat kontasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk dan memberikan peyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah dilatih untuk itu.


Pasal 14
1. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
2. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
3. Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
Pasal 15
Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktek mandiri tertentu untuk melaksanakan program pemerintah
1. Bidan praktek mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemeritah daerah provinsi/kabupaten/kota.
Pasal 16
1. Pada daerah yang belum memiliki dokter, pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
2. Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
3. Pemerintah daerah propinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memilki dokter.
Pasal 17
1. Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi :
a. Memiliki tempat praktek, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan pra sekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat
b. menyediakan maksimal 2 ( dua ) tempat tidur untuk persalinan
c. memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
2. Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) satu tercantum dalam Lampiran Peraturan ini
Pasal 18
1. Dalam melaksanakan praktek/kerja, bidan berkewajiban untuk :
a. Menghormati hak pasien
b. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan
c. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu
d. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
e. Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelyanan lainnya secara sistematis
g. Mematuhi standar
h. Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian
2. Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan iptek melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
3. Bidan dlm menjalankan praktik kebidanan hrs membantu program pemerintah dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktek bidan mempunyai hak :
1. Memperoleh perlindungan hukum dalam pelaksanaan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar
2. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya
3. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar
4. Menerima imbalan jasa profesi.
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
1. Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dg pelayanan yg diberikan.
2. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas wilayah tempat praktik.
3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayan kesehatan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
1. Menteri, Pemerintah daerah Provinsi, Pemda kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikutsertakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
2. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pd ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan
3. Kepala Dinas Kesehatan Kab/kota hraus melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan praktik bidan.
4. Dalam melaksanakan tugas sebaggimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kab/Kota hraus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di desa serta menetapkan dokter Puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas supervisi terhadap bidan di wilayah tersebut.
Pasal 22
Pimpinan fasilitas kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi
Pasal 23
1. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kab/kota dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam Peraturan ini.
2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui :
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pencabutan SKIB/SIPB untuk sementara paling lama 1 tahun
d. Pencabutan SKIB/SIPB selamanya

BAB VI
KETNTUAN PERALIHAN
Pasal 25
1. Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Permenkes No HK.02.02/Menkes/149/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini s.d. masa berlakunya berakhir.
2. Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya berdasarkan Peraturan ini.
Pasal 26
Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Kesehatan Provinsi (MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan tugasnya maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
Pasal 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak peraturan ini ditetapkan.

Pasal 28
Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang menjalankan praktik mandiri hrs menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Pada saat peraturan ini mulai berlaku :
a. Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dan praktik bidan
b. Permenkes No HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan penyelenggaraan Praktik Bidan; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 30
Peraturan ini berlaku pada tgl diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2010
Menteri Kesehatan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRE DAN POST CONFERENCE Keperawatan

Kompetensi Kebidanan

Kejang Pada Neonatus